Respond Dindikbud Padeglang Soal Guru Yang Hanya Menerima Gaji Sebesar 50 Ribu
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Pandeglang angkat bicara terkait polemik guru Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah (MDTA) menerima gaji Rp 50 ribu a year. Aside from using the anggaran that is generated by the pemda berbentuk hibah as a stimulus to support operational needs of each madrasah, Dindikbud menyatakan.
Pengelolaan anggarannya ada di Dindik, di bidang pendidikan nonformal,” kata Sekretaris Dindikbud Pandeglang. Ada sejumlah uang dari Pemda untuk madrasah, tapi itu hanya stimulus. Kata Sutoto, MDTA itu berdasarkan kewenangan Kemenag. Anehnya, keduanya berdasarkan Kemenag. Karena adanya Peraturan Daerah (Perda) 1 Tahun 2020 tentang Wajib Belajar Diniyah Takmiliyah, Pemkab Pandeglang hanya bisa mengeluarkan bantuan berdasarkan hibah. Di Kemenag, karena pengelolaan madrasah itu biayanya saja kira-kira sebesar perda itu sendiri, jadi tidak mengeluarkan biaya yang besar, katanya. “Jadi kan sebetulnya begini, pembiayaan madrasah itu berasal dari tiga pihak. Kemenag, hibah, siswa. Kemenag hadir karena banyak hal utama di sana. Sutoto menambahkan, “Tapi saya tidak bisa mencari tahu apa tujuan dari masalah ini mengingat ini adalah pelarian dari Kemenag.
Madrasah ini telah mengalami banyak pertimbangan sejak perda ini mulai berlaku pada tahun 2010 dan dibuka kembali pada tahun 2020, Sutoto mengatakan, anggaran untuk sekolah tersebut berdasarkan pada anggaran pemda. Ia menjelaskan, pemda hanya dapat mengalokasikan anggaran sebesar Rp 6 juta dari APBD untuk membantu mengoperasikan 870 madrasah di Pandeglang.
Di antara mereka yang bisa mendapatkan Rp 6,5 miliar per tahun adalah mereka yang sudah mencapai Rp 4 miliar per tahun. Memang kalau dipakai buat gaji guru itu kecil, enggak layak malahan. Kami berencana untuk mengusulkan anggarannya dari kedua belah pihak, tetapi itu tidak mungkin karena sudah dilakukan. Polemik yang melibatkan Sutoto ditandai dengan seringnya ia mengajukan opsi kepada kepala madrasah agar beban biaya operasional pembelajaran via kerja sama dengan sekolah formal seperti SD. murid yang belajar di madrasah juga merupakan siswa yang belajar di bangku SD di wilayah yang sama.
Rancangannya bekerja sama dengan SD, dan siswanya juga bekerja sama. Pagi dia sekolah SD, sorenya belajar agama di madrasah. Saya duduk dan meninjau operasi ini untuk memastikan bahwa pembiayaannya dapat disalurkan, namun ternyata tidak. Kemudahan di depan bisa membuat kita susun lagi kebijaka,” jawab Sutoto.